Senin, 07 September 2009

SIMPTOM DAN MASALAH PENELITIAN


 SIMPTOM DAN MASALAH PENELITIAN
Hasan Mustafa
     Ada pendapat yang sudah banyak diterima (walau tidak sepenuhnya benar) dalam hal penelitian, yaitu “penelitian selalu harus dimulai dari adanya suatu masalah”. Oleh karena itu hampir sebagian besar skripsi, tesis atau pun disertasi, dalam bab pendahuluannya membahas tentang masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah. Ketika kita memahami bahwa masalah adalah sebagai kesenjangan negatif antara apa yang seharusnya terjadi dengan apa yang senyatanya terjadi, maka penelitian senantiasa baru bisa dilakukan apabila ada satu fenomena negatif. Jika target penjualan produk “X” adalah 1000 unit per bulan, namun nyatanya hanya bisa terjual 600 unit, maka terjadi fenomena negatif dan itulah masalah penelitian kita.
    Sebelum kita menentukan masalah penelitian, terlebih dahulu kita harus bisa membedakannya dengan simptom. Untuk memudahkannya, kita ambil contoh bagaimana proses seorang dokter menemukan masalah yang diderita oleh pasiennya. Ketika seseorang datang ke dokter, pasti dokter bertanya tentang gejala-gejala yang dirasakan kurang enak oleh pasiennya. Misalnya, apakah dia susah bernafas, apakah suka batuk-batuk, apakah selera makannya menurun, apakah tidurnya nyenyak, dan lain sebagainya.
Intinya, dokter ingin mengetahui gejala-gejala negatif yang dialami atau dirasakan oleh pasiennya. Semua yang dialami, dirasakan oleh pasien dinamakan simptom.
     Lalu sebagai langkah awal, dokter melakukan pemeriksaan kecil untuk mengetahui penyebab terjadinya simptom tersebut. Dia akan minta pasiennya berbaring, diperiksa denyut jantungnya, diperiksa lidah dan tenggorokannya, diperiksa matanya, diukur suhu tubuhnya, dan lain sebagainya. Di langkah tersebut dokter telah melakukan penelitian guna menemukan masalah yang ada dalam diri pasiennya. Informasi (dalam penelitian sering dikenal dengan nama “data”) yang diperoleh dokter dari hasil wawancara dan pemeriksaan singkat tersebut lebih diarahkan untuk menemukan sesuatu yang menyebabkan pasiennya sakit. Begitu sudah diketahui masalahnya (sesuatu tadi) – penyakit yang diderita pasien-, maka mudah bagi dokter untuk untuk menetapkan obatnya (solusinya).  
      Ketika dokter belum yakin penyakit (masalah) apa yang diderita oleh pasiennya, dia melanjutkan penelitiannya dengan bantuan orang lain. Umumnya dokter meminta agar pasiennya melakukan pemeriksaan lainnya, misalnya pemeriksaan darah, radiologi, atau aspek lainnya melalui berbagai alat, mis CT Scan, MRI, dan lain sebagainya. Proses terakhir ini juga merupakan satu tahap penelitian  yang disebut sebagai proses pencarian data. Setelah data berhasil diperoleh, lalu dokter menganalisisnya guna menemukan masalah (penyakit) yang sesungguhnya.. Ketika masalah (penyakit) ditemukan maka solusinya bisa dilakukan, walau dalam kenyataannya tidak selalu demikian.
     Dari uraian siungkat tadi, secara ringkas bisa dimaknakan bahwa simptom adalah gejala-gejala negatif yang terjadi dalam diri seseorang, kelompok, organisasi, atau entitas-entitas lainnya yang memerlukan solusi, sedangkan masalah adalah penyebab terjadinya simptom. Produktivitas menurun, tingkat absensi bertambah, volume penjualan menurun, pengangguran bertambah, semua contoh tersebut adalah simptom, bukan masalah. Umumnya masalah tidak tampak dipermukaan, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian yang seksama.
      Dengan demikian proses penentuan masalah penelitian bukanlah hal yang mudah. Misalnya, seorang manajer telah berupaya meningkatkan produktivitas dengan cara memperbesar upah perpotong produk yang dihasilkan, namun upaya tersebut kurang berhasil. Apa yang terjadi tersebut walau sudah menunjukan adanya masalah, namun bukan merupakan masalah yang sesungguhnya, melainkan baru merupakan “symptom” (tanda-tanda sesuatu sedang dalam kondisi buruk). Tugas manajer selanjutnya adalah menemukan masalah yaitu faktor-faktor yang diperhitungkan sebagai penyebab munculnya simptom tadi. Caranya adalah dengan mengumpulkan berbagai macam informasi atau data yang berkaitan langsung dengan simptom. Setelah data terkumpul maka tugas manajer berikutnya adalah menganalisis data. Dari hasil analisis tersebut, manajer dapat mengetahui penyebab terjadinya simptom, atau dengan kata lain, manajer telah menemukan masalah. Ketika masalahnya telah ditemukan maka akan lebih mudah manajer tadi mengurangi atau melenyapkan simptom yang dihadapi organisasinya.
      Hubungan simptom dan masalah dapat dianalogikan seperti "gunung es" . Yang tampak di permukaan laut adalah simptom, sedangkan masalahnya ada di dalam laut - tidak kelihatan. Tugas peneliti adalah menyelam ke dalam laut untuk dapat menemukan masalah.
Apa yang seharusnya diteliti?
     Contoh ini diambil dari buku Uma Sekaran 2003. Simptom: Walaupun telah terjadi perubahan yang dramatis dalam hal jumlah manajer wanita dalam dekade sekarang, namun jumlah wanita yang menduduki jabatan manajerial puncak ternyata sangat sedikit. Penelitian ini merupakan upaya untuk mengidentifikasi faktor-faktor organisasional yang merintangi wanita menduduki jabatan manajerial puncak.
     Untuk menemukan masalah penelitiannya, peneliti melakukan satu upaya yaitu studi literatur. Hasilnya sebagai berikut : Seringkali yang dijadikan alasan mengapa wanita tidak atau sangat sedikit menduduki jabatan puncak,  adalah karena baru sekarang mereka masuk ke jenjang manajerial. Artinya belum waktunya wanita sampai di puncak karier. Namun banyak wanita yang sekarang menduduki tingkat manajerial menengah merasa bahwa paling tidak ada dua unsur penghambat kemajuan karier wanita, yaitu : stereotype peran jender dan kekurangan akses informasi penting yang dimiliki wanita. (Crosby, 1985; Welch, 1980) 
     Stereotype peran jender, atau stereotype peran berdasarkan jenis kelamin adalah keyakinan masyarakat bahwa laki-laki lebih cocok menduduki posisi pemimpin yang harus memiliki kekuasaan dan wewenang, sedangkan wanita lebih cocok menjadi pengasuh dan mempunyai peran membantu orang lain. Hal ini cocok dengan pandangan “a glass ceiling effect” (Morrison, White, VanVelsor, 1987) – satu hambatan yang tidak kentara, yang mencegah wanita untuk maju menduduki tingkat manajerial puncak.. (Eagly, 1989; Kahn & Crosby, 1985). Kepercayaan atau keyakinan ini mempengaruhi posisi yang akan diberikan kepada setiap anggota organisasi. Laki-laki yang cakap diberi posisi lini dan dikembangkan untuk mengambil tanggungjawab posisi eksekutif, dan wanita yang cakap diberikan posisi staf dan “dead-end-jobs”. 
     Wanita juga seringkali dijauhkan dari jaringan kerja para “old-boys”, karena alasan jenis kelaminnya. Pertukaran informasi, strategi pengembangan karier, akses pada sumber-sumber daya penting, dan beberapa informasi penting untuk mobilitas ke atas, tidak diperoleh para pekerja wanita.
     Berdasarkan studi literatur, peneliti telah berhasil menemukan penyebab terjadinya simptom, yaitu stereo peran jender dan akses informasi penting. Tugas peneliti bukannya fokus hanya mencari data tentang simptom melainkan yang lebih utama dan terpenting adalah mencari data tentang stereo peran jender dan akses informasi penting yang dimiliki pegawai perempuan. Tugas peneliti adalah menemukan dan membahas masalah, bukan menemukan simptom.
Sumber informasi masalah
     Kadang kita bertanya pada diri kita sendiri :”Di mana saya bisa menemukan masalah dari fenomena yang akan saya teliti?” Ada beberapa tempat yang dapat dijadikan sebagai sumber masalah. Pertama adalah dari teori. Seperti yang dikemukakan oleh Kerlinger (1973) : “Teori adalah seperangkat konstruk atau konsep, definisi, dan proposisi yang saling berkaitan satu sama lain, yang mampu mewakili pandangan yang sistematik tentang suatu gejala (phenomena) dengan cara menspesifikasikan hubungan antar variabel, dengan maksud menjelaskan dan memprediksi gejala tersebut”.   Misalnya, bagi yang mempelajari teori tentang kinerja (performance) dengan baik, pastilah dia mengetahui variabel-variabel apa saja yang terlibat dalam pembentukan kinerja. Kemampuan, motivasi, dan kesempatan, hal-hal tersebutlah yang seringkali disebutkan. Artinya ketika terdapat kinerja yang kurang baik dari seorang atau sekelompok pegawai, maka ada tiga variabel yang perlu diteliti.
      Sumber masalah kedua adalah survai literatur (literature survey) atau bahan-bahan bacaan ilmiah atau pun populer. Jurnal-jurnal, majalah, koran, atau bahkan laporan-laporan penelitian. Melalui informasi-informasi yang ditulis di media-media tersebut, peneliti bisa menemukan masalah atas fenomena negatif yang menarik untuk diteliti. Karena pentingnya upaya penemuan masalah, beberapa pembimbing mewajibkan mahasiswa yang dibimbingnya membaca paling sedikit 25 artikel yang berkaitan dengan fenomena yang akan ditelitinya. Ada juga yang menuntut membaca paling sedikit 5 jurnal penelitian yang relevan.
     Sumber lainnya adalah pengalaman praktis yang dimiliki oleh pihak-pihak yang kesehariannya berada dalam lingkungan yang sering menghadapi fenomena seperti yang ingin dipelajari oleh peneliti. Seorang sales manager yang berpengalaman seringkali memahami mengapa seorang salesman gagal mencapai target penjualan. Seorang montir yang berpengalaman seringkali mengetahui mengapa mobil sering mogok.. Demikian pula seorang dokter yang berpengalaman, berdasarkan simptom yang diutarakan oleh pasiennya, dia segera tahu apa penyakit pasiennya.
Bandung, 2009
      

Kamis, 03 September 2009

DASAR PENYUSUNAN KUESIONER PENELITIAN

Dasar Penyusunan Kuesioner Penelitian
Hasan Mustafa
Kuesioner atau bahasa aslinya (Inggris) questionnaire adalah salah satu bentuk alat atau
instrumen yang digunakan untuk mencari data, di samping wawancara, observasi, dan
studi dokumentasi. Jika diterjemahkan artinya adalah daftar pertanyaan, tetapi dalam
praktiknya bisa jadi bukan daftar pertanyaan, melainkan daftar pernyataan. Kuesioner
atau dikenal juga dengan nama angket adalah alat pengambilan data yang disusun oleh
peneliti dalam bentuk tertulis yang harus dijawab oleh responden tanpa atau dengan
bantuan peneliti. Di dalamya terdapat seperangkat pertanyaan dan atau pernyataan dan
atau isian yang harus dijawab oleh responden di situ juga (dalam kuesioner). Jawaban
bisa sifatnya tertutup (alternatif jawabannya disediakan oleh peneliti), terbuka (responden
secara bebas menuliskan jawabannya), atau campuran (tetutup dan terbuka).
Seorang peneliti membuat kuesioner tertutup jika dia telah mampu menemukan berbagai
alternatif jawaban yang dianggapnya tepat bagi penelitiannya, atau jika dia tidak ingin
jawaban lain kecuali jawaban yang disediakannya. Misalnya YA atau TIDAK, SETUJU
atau TIDAK SETUJU, LAKI atau PEREMPUAN. Kuesioner terbuka disusun oleh
peneliti karena dia tidak mampu atau tidak mau menentukan jawaban atas pertanyaan,
peryataan, atau isian yang disusunNya. Misalnya : Etnis : …………, Saran Anda :
………..
Sebagai alat pengambilan data maka kuesioner harus dirancang sedemikian rupa agar
setiap butir pertanyaan atau pernyataan yang ada di dalamnya valid. Valid artinya sesuai,
cocok, dengan tujuan yang ingin dicapainya. Misalnya, kalau tujuan peneliti ingin
mengetahui sikap konsumen terhadap suatu produk maka setiap butir dalam kuesioner
tersebut harus mampu menghasilkan data yang menggambarkan konsep sikap konsumen,
bukan konsep yang lain. Validitas kuesioner dapat dicapai kalau penyusunannya
dilakukan secara benar.
Langkah Pertama : Kuasai konsep penelitian
Yang dimaksud dengan konsep penelitian adalah sesuatu hal yang ingin diteliti, yang
seringkali juga disebut sebagai variabel penelitian. Penguasaan konsep atau variabel
penelitian yang baik memungkinkan peneliti mampu menyusun butir-butir pertanyaan
atau pernyataan yang relevan. Misalkan, konsep atau variabel yang akan ditelitinya
adalah “produktivitas”. Jika peneliti memahami konsep produktivitas tersebut sebagai
“jumlah produk yang dihasilkan oleh organisasi dalam satu kurun waktu tertentu”, maka
dia cukup bertanya : “Berapa jumlah produk yang dihasilkan ?”. Kalau responden
menjawab : “100 unit”, maka data yang diperlukan untuk mengetahui tingkat
produktivitas telah tercapai. Yang menjadi pertanyaan penting adalah : “sudah
benarkah penguasaan peneliti tersebut atas konsep “produktivitas” ?” Kalau
ternyata penguasaan atas konsep tersebut belum sepenuhnya benar (biasanya berdasarkan
pandangan para pakar), maka data yang telah diperolehnya tersebut tadi (100 unit), belum
mampu mengungkap tingkat produktivitas yang seharusnya; dan ini berarti pertanyaan
yang diajukan masih belum valid.
Suatu konsep bisa bersifat konkret dan juga abstrak. Konsep “rumah, pohon, mobil,
iklan‟ merupakan konsep konkret karena bisa dilihat dan diraba oleh peneliti. “Motivasi,
kepuasan, bahagia, kecerdasan” merupakan beberapa contoh konsep yang abstrak, yang
dalam penelitian sosial, konsep yang abstrak tersebut dinamakan “construct”. Karena
sifatnya abstrak maka peguasaan atas suatu konstruk boleh dikatakan lebih rumit
ketimbang konsep.
Agar peneliti mempunyai pemahaman yang baik atas konsep atau konstrak penelitiannya
maka yang bersangkutan dituntut untuk melakukan studi literatur secara lebih mendalam
atas konsep penelitiannya. Literatur yang harus dibacanya harus cukup banyak namun
selektif agar pemahaman atas konsep penelitian tidak keliru.
Langkah kedua : Operasionalisasikan konsep/variabel penelitian.
Variabel atau konsep penelitian - khususnya yang sifatnya abstrak (konstruk) - harus
dioperasionalisasikan agar bisa dilakukan pengukuran melalui alat pengambilan data,
dalam kasus ini melalui kuesioner. Misalnya, kalau yang ingin diukur adalah tinggi badan
maka peneliti bisa bertanya : “Berapa meter tinggi badan anda?”; atau kalau yang ingin
diukur pendapatan maka bisa ditanyakan berapa rupiah gaji atau upahnya. Jawaban
responden umumnya sesuai dengan yang diharapkan peneliti karena konsep „tinggi badan
dan pendapatan” memiliki kemungkinan yang besar untuk dimaknakan sama, baik oleh
peneliti maupun oleh responden. Artinya, untuk variabel yang kongkret (konsep)
operasionalisasinya tidak terlampau rumit dibandingkan dengan variabel yang abstrak
(konstruk). Misalnya, untuk mengetahui bagaimana “motivasi” kerja seseorang peneliti
tidak bisa bertanya : “bagaimana motivasi kerja anda?”. Responden bisa kesulitan untuk
menjawab karena belum tentu dia memahami makna motivasi yang dimaksud oleh
peneliti. Kalau pun responden menjawab, belum tentu jawabannya benar menurut ukuran
yang dikehendaki oleh peneliti karena pemahaman atas konsep “motivasi” responden bisa
sangat berbeda dengan peneliti.
Pada prinsipnya pengoperasionalisasian definisi konsep atau variabel penelitian adalah
proses untuk menemukan indikator-indikator yang mampu merepresentasikan secara
utuh konsep atau variabel yang akan diteliti. Jika indikator (beberapa penulis
memberikan nama lain yaitu dimensi atau elemen) telah ditemukan, maka langkah
berikutnya adalah menyusun pertanyaan atau pernyataan yang mampu menggali data
tentang setiap indikator.
Contoh di bawah ini ( disadur dari buku Research Methods for Business, Uma Sekaran,
1992 ) - mungkin dapat membantu memahami proses pengoperasionalisasian konsep atau
variabel penelitian. Konsep atau variabel penelitian adalah “motivasi berprestasi”
(achievement motivation) yang dikembangkan oleh David McClelland . Pertama
ditentukan ciri-ciri umum atau karakteristik pribadi yang mempunyai motivasi
berprestasi. Ciri-ciri tersebut dinamakan dimensi-dimensi – (beberapa penulis
menamakannya indikator)
1. Mempunyai dorongan yang kuat untuk bekerja agar berprestasi
2. Kurang menyukai suasana rileks
3. Cenderung lebih suka kerja mandiri
4. Lebih memilih pekerjaan yang punya tantangan
5. Ingin segera memperoleh umpan balik atas hasil kerjanya
Walaupun konsep motivasi berprestasi telah dipecah ke dalam lima dimensi, namun
masih terasa abstrak. Untuk itu setiap dimensi dipecah lagi ke dalam beberapa elemen
yang sudah tidak lagi menggambarkan karakteristik (sifat) pribadi yang mempunyai
motivasi berprestasi, melainkan sudah mengarah pada bentuk-bentuk perilaku.
Dimensi 1: Pribadi yang mempunyai dorongan kuat untuk bekerja demi prestasi,
umumnya mempunyai perilaku : (a) tekun bekerja; (b) enggan meluangkan waktu untuk
istirahat; (c) gigih, tidak cepat putus asa.
Dimensi 2: Pribadi yang kurang menyukai rileks mempunyai perilaku yang (a)
cenderung selalu memikirkan pekerjaan, bahkan ketika di rumah sekali pun, oleh karena
itu mereka suka kerja lembur ; (b) cenderung mempunyai hobi lain, kecuali bekerja.
Dimensi 3: Pribadi yang suka bekerja mandiri mempunyai kecenderungan kurang
percaya pada orang lain, sehingga tampak sebagai sosok yang “sibuk sendiri”.
Dimensi 4: Pribadi yang memilih pekerjaan yang punya tantangan, cenderung menolak
kalau diberikan tugas-tugas yang rutin dan “biasa-biasa” saja. Demikian pula mereka
akan menolak jika pekerjaannya mempunyai resiko gagal sangat tinggi (bukan pribadi
yang “nekat”).
Dimensi 5: Pribadi yang tidak sabar memperoleh umpan balik atas hasil kerjanya
cenderung aktif mencari informasi atau bertanya tentang bagaimana hasil kerjanya baik
dari atasan, rekan kerja, bahkan kepada bawahannya sekali pun.
Dari uraian di atas tampak bahwa mulai dari 1 (satu) konsep yang abstrak (motivasi
berprestasi) dioperasionalisasikan pada hal-hal yang lebih konkret yaitu 5 (lima) dimensi
yang menjelaskan karateristik pribadi. Dan dari 5 (lima) dimensi dipecah lagi menjadi 10
(sepuluh) bentuk perilaku. Untuk jelasnya, urutan tersebut dapat digambarkan dalam
bentuk skema seperti berikut :
Langkah ketiga : Susun rancangan (draft) kuesioner untuk konsep atau variabel
utama penelitian
Umumnya penelitian melibatkan berbagai jenis variabel, yaitu variabel utama dan
variabel-variabel lain yang menunjang analisis serta interpretasi data (mis. jenis kelamin,
usia, pendapatan, dlsb). Langkah awal penyusunan kuesioner adalah menyusun
rancangan atau draft pertanyaan-pertanyaan yang dikaitkan langsung dengan variabel
atau konsep utama penelitian. Berdasarkan makna dari setiap elemen/indikator suatu
konsep atau variabel utama penelitian, disusun seperangkat pertanyaan . Misalnya untuk
bisa mengetahui kadar motivasi berprestasi (meneruskan contoh sebelumnya), kepada
responden dapat disodorkan kuesioner yang isi pertanyaan/pernyataannya sebagai
berikut:
Dimensi 1: Mempunyai dorongan kuat untuk bekerja demi prestasi
Elemen: a. Tekun bekerja; b.ketika bekerja, enggan meluangkan waktu untuk
istirahat; c.gigih tidak cepat putus asa.
Pertanyaan untuk elemen a:
”Anda tidak suka diganggu ketika sedang bekerja
Pertanyaan untuk elemen b:
”Anda sulit diajak beristirahat ketika sedang bekerja”
Pertanyaan untuk elemen c:
”Jika ada kesalahan, Anda akan mencari solusinya sampai dapat”
.........................dst.
Teruskan ke dimensi 2 sampai dengan 5
Di dalam setiap elemen dapat disusun lebih dari satu pertanyaan yang tentunya harus
relevan dengan makna elemen tersebut. Setelah tersusun, kaji ulang relevansi setiap
pertanyaan dengan elemen-elemen yang ada. Peneliti harus bisa membayangkan situasi
jika responden telah menjawab pertanyaan tersebut apakah jawabannya tersebut bisa
merepresentasikan makna elemen pertanyaan atau tidak. Misalnya jika responden
menjawab “sangat setuju” atas pernyataan “Anda bisa frustasi jika hasil kerja anda tidak
diberi komentar oleh atasan anda”, apakah jawaban tersebut bisa mengukur kadar elemen
umpan balik? Jika tidak maka pernyataan terebut harus diganti, dan lalu dikaji ulang.
Langkah keempat : Susun rancangan (draft) kuesioner untuk variabel pendukung.
Yang dimaksud dengan variabel pendukung adalah hal-hal lain yang ingin diketahui oleh
peneliti di samping variabel utama. Variabel pendukung bisa bersifat sekedar informatif
atau bisa dipakai sebagai sumber analisis. Misalnya data diri reseponden, seperti usia,
jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan lain-lain. Data diri responden
tersebut hanya bersifat infomatif jika tidak dikaitkan secara langsung dengan konsep atau
variabel utama penelitian. Jika peneliti mempunyai hipotesis bahwa pendidikan
mempunyai korelasi positif dengan kadar motivasi berprestasi, maka variabel pendidikan
sudah tidak sekedar bersifat informatif melainkan sebagai bahan analisis.
Penetapan variabel pendukung hendaknya memperhatikan aspek fungsinya. Peneliti bisa
saja minta responden mencantumkan namanya, namun jika data nama tersebut tidak
mempunyai fungsi bagi penelitian, sebaiknya peneliti tidak perlu memasukan pertanyaan
tentang nama responden.
Format kuesioner
1. Pengantar . Dalam kata pengantar, peneliti harus menjelaskan secara ringkas
tujuan dan kegunaan penelitian, serta harapan atau permintaan yang khusus
ditujukan kepada responden.
2. Profil responden. Fungsi pertanyaan yang menyangkut data diri responden adalah
agar peneliti mengetahui karakteristik biografik, demografik, atau sosial
responden penelitian . Walau pada awalnya hanya sekedar bersifat informatif,
namun seringkali bisa digunakan sebagai bahan analisis.
3. Daftar pertanyaan yang berkaitan dengan variabel utama penelitian
Jenis-jenis kuesioner
1. Pertanyaan dengan jawaban terbuka (Open Question)
2. Pertanyaan dengan jawaban tertutup (Closed Ended Question)
3. Pertanyaan dengan jawaban tertutup dan terbuka (Open Ended Question)
Untuk alternatif jawaban gunakan pedoman dalam teknik penskalaan (scaling)
Langkah kelima : Periksa ulang pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam draft
kuesioner sehingga menjawab empat prinsip sebagai berikut :
1. Haruskan pertanyaan tersebut diajukan ?
2. Apakah pertanyaan tersebut relevan dengan tujuan penelitian?
3. Bisakah responden menjawab pertanyaan yang diajukan?
4. Maukah responden dengan senang hati menjawab pertanyaan ?
Langkah keenam : Uji coba draft kuesioner
Sebelum disusun dalam bentuk final, draft kuesioner harus diuji coba. Pilih beberapa
responden yang dinilai oleh peneliti mempunyai karakteristik yang relatif sama dengan
responden penelitian yang sesungguhnya. Minta bantuan kepada mereka untuk mengisi
kuesioner dan kemudian minta tanggapan atas bentuk, isi, bahasa, waktu, dan lain
sebagainya yang dianggappenting untuk penyempurnaan kuesioner tersebut. Uji coba
bisa dilakukan lebih dari satu kali, jadi setelah diperbaiki, diulang uji cobanya
Langkah ketujuh: Analisis validitas dan realibilitas kuesioner
Setelah dilakukan pengeditan atas bahasa, kata-kata, kuesioner harus analisis validitas
dan reliabilitasnya. Sampel yang dianggap memadai secara statistika minimal 30.
Gunakan rumus tertentu yang telah biasa digunakan unyuk uji ini.
Langkah kedelapan : Susun kuesioner final
Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas, susun ulang kuesioner. Pertanyaan yang tidak
valid/reliabel diganti atau dihilangkan.
Daftar bacaan
1. Business Research Methods - Donald R. Cooper dan Pamela S. Schindler, 2001.
2.. Research Methods for Business – Uma Sekaran, 1992
Bandung, 27 Maret 2003 – Pelatihan Penyusunan Kuesioner, LPI UNPAR

MOTIVASI KERJA

Motivasikerja.pdf

http://www.ziddu.com/download/6340010/Motivasikerja.pdf.html