Rabu, 14 September 2011

kausal dan korelasi


Kausal dan Korelasi

Salah satu kesalahan paling umum yang kita temukan dalam penelitian  adalah kebingungan antara korelasi dan sebab akibat. Jika satu tindakan menyebabkan hal lain, maka mereka pasti berkorelasi. Namun hanya karena dua hal berkorelasi tidak berarti bahwa salah satu menyebabkan yang lain, bahkan jika tampaknya masuk akal. Sayangnya, intuisi kita dapat menyesatkan kita ketika ada keinginan  untuk membedakan antara kausalitas dan korelasi. Misalnya, makan pagi telah lama berkorelasi dengan sukses di sekolah untuk anak-anak sekolah dasar.  Lalu dengan mudah disimpulkan bahwa sarapan menyebabkan siswa  menjadi pembelajar yang lebih baik. Ketika peneliti menguji ulang teori sarapan, mereka menemukan bahwa terdapat variabel independen lain;  sarapan hanya membantu gizi anak tampil lebih baik. Jadi walau ada korelasi antara sarapan dengan sukses di sekolah, namun tidak bisa disimpulkan bahwa sukses di sekolah disebabkan oleh sarapan, atau sarapan mempengaruhi kesuksesasn anak di sekolah.
Lalu bagaimana caranya agar kita bisa menyimpulkan bahwa sarapan mempengaruhi kesuksesan siswa di sekolah? Cara yang paling efektif untuk melakukan ini adalah melalui studi atau penelitian terkontrol. Dalam studi terkontrol, dua kelompok siswa yang sebanding dalam hampir semua hal  diberikan dua set pengalaman berbeda. ( diberi sarapan dan tidak diberi sarapan) dan hasilnya dibandingkan. Jika kedua kelompok memiliki hasil substansial berbeda, maka pengalaman yang berbeda mungkin telah menyebabkan hasil yang berbeda. Atau bisa dikatakan sarapan mempengaruhi kesuksesan siswa di sekolah
Namun ketika penelitian atau studinya “hanya” membandingkan kesuksesan anak sekolah kelompok yang biasa sarapan dibandingkan dengan yang tidak terbiasa sarapan tanpa kontrol yang ketat, maka kesimpulannya  “terdapat perbedaan yang signifikan kesuksesan siswa sekolah yang terbiasa sarapan dan yang tidak”. Peneliti belum bisa menyatakan  bahwa sarapan mempengaruhi kesuksesan siswa di sekolah.  Terlebih bila metode penelitiannya menggunakan teknik korelasi, yaitu menghitung besarnya hubungan antara skor kesuksesan siswa di sekolah dengan kebiasaan sarapan mereka.  Sekali lagi: “hanya karena dua hal berkorelasi tidak berarti bahwa salah satu menyebabkan yang lain, bahkan jika tampaknya masuk akal”.