Senin, 28 Maret 2011

Definisi operasional variabel penelitian


Definisi Operasional Variabel Penelitian
Hasan Mustafa
       Dalam setiap penelitian pasti terdapat variabel penelitian. Jumlah variabel penelitian bisa hanya satu namun juga bisa lebih dari satu. Variabel penelitian pada hakikatnya merupakan konsep yang nilainya ingin diketahui oleh peneliti. Tidak sedikit variabel yang terlibat dalam suatu penelitian sifatnya abstrak, dalam arti tidak jelas wujud dan ukurannya, sehingga sulit juga ditentukan nilainya.  Kalau variabel penelitiannya adalah tinggi badan atau berat badan maka sifat kedua variabel tersebut relatif konkret . Peneliti bisa segera mengukur nilai tinggi badan dengan meteran, sedangkan  nilai berat badan diukur menggunakan timbangan. Setelah dilakukan pengukuran maka data nilai tentang tinggi dan berat badan diketahui. Namun jika variabel penelitiannya bersifat abstrak, misalnya motivasi atau kepuasan kerja , maka peneliti perlu menetapkan cara pengukuran variabel  tersebut agar dapat memperoleh nilai yang tepat bagi kedua variabel tersebut. Proses penentuan ukuran suatu variabel tersebut dikenal dengan nama operasionalisasi variabel.  
Apakah semua variabel penelitian harus dibuat definisi operasionalnya?
       Kalau yang dimaksud dengan definisi operasional variabel adalah proses penentuan ukuran suatu variabel, maka tidak semua variabel penelitian harus disusun definisi operasionalnya . Misalnya penelitian yang tujuannya adalah ingin mengetahui pengaruh iklan terhadap volume penjualan. Iklan adalah variabel bebas dan volume penjualan adalah variabel tergantung. Dari dua variabel tersebut yang perlu dilakukan pengukuran – artinya disusun variabel operasionalnya – adalah volume penjualan. sedangkan variabel “iklan” tidak perlu. Yang perlu dilakukan oleh peneliti adalah menyusun definisi konseptual variabel “iklan”. Jika metode penelitian atau rancangan penelitian yang akan diterapkan adalah “pre and post test design” maka peneliti harus membandingkan volume penjualan sebelum ada iklan dengan volume penjualan setelah ada iklan. Kedudukan “iklan” dalam rancangan penelitian tersebut adalah sebagai betuk “perlakuan” (treatment)
      Contoh penelitian lain yang tidak memerlukan operasionalisasi variabel, misalnya penelitian  yang bertujuan ingin mengetahui strategi bisnis , ingin mengetahui proses seleksi,  atau penelitian-penelitian kualitatif yang sasaran utamanya adalah memberikan uraian/deskripsi atau gambaran lengkap dari suatu proses kegiatan. Yang diperlukan oleh penelitian jenis ini adalah definisi konseptual, bukan definisi operasional. Contohnya, ketika peneliti ingin mengetahui bagaimana proses seleksi pegawai di suatu organisasi, maka peneliti harus memiliki definisi konseptual tentang variabel seleksi pegawai, agar yang ditelitinya memang tentang seleksi pegawai, bukan kegiatan lainnya. Definisi konseptual tentang seleksi pegawai harus lengkap dan rinci, termasuk proses dan kegiatan-kegiatan apa yang seharusnya dilakukan dalam seleksi pegawai. Demikian pula ketika peneliti ingin mengetahui bagaimana strategi bisnis suatu perusahaan. Definisi konseptual yang lengkap tetang strategi bisnis dan kegiatan-kegiatannya, harus dikuasai oleh peneliti agar yang ditelitinya memang benar-benhar strategi bisnis, bukan “sekedar” strategi pemasaran, seperti yang banyak dijumpai dalam hasil penelitian yang digunakan untuk penyusunan skripsi atau tesis.
Proses Operasionalisasi Variabel
      Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengembalikan variabel penelitian ke bentuk awal, yaitu konsep penelitian. Peneliti harus mendefinisikan konsep penelitian sesuai dengan definisi-definisi yang telah diberikan oleh para akhli yang relevan dengan konsep penelitiannya. Jika konsep penelitiannya adalah “motivasi kerja”, maka peneliti harus menemukan definisi “motivasi kerja” yang telah banyak diakui kebenarannya oleh para pakar di bidang tersebut. 
      Dalam tahapan ini studi kepustakaan menjadi salah satu tahap yang harus dilalui. Melalui studi kepustakaan yang mendalam dan memadai, peneliti akan mampu merumuskan definisi konsep penelitiannya dengan benar. Jadi ketika konsep penelitiannya adalah tentang “motivasi kerja” maka kepustakaan atau literatur tentang konsep tersebut harus benar-benar dipahami dengan baik oleh peneliti.  
      Perlu diketahui, tidak sedikit kita menemukan satu konsep dengan  definisi yang berbeda. Misalnya, definisi “motivasi” yang dikemukakan oleh A.H. Maslow berbeda dengan Victor Vroom. Maslow mendefinisikan motivasi sebagai “motivation arises from the needs and wants of an individual and drives the people towards action or work by doing which he makes efforts to fulfill these needs and wants. (kebutuhan-kebutuhan atau keinginan-keinginan  individu yang membuatnya terdorong untuk melakukan sesuatu agar kebutuhan-kebutuhan tersebut terpuaskan) . Sedangkan Vroom mengatakan bahwa  motivation is a product of the individual’s expectancy that a certain effort will lead to the intended performance, the instrumentality of this performance to achieving a certain result, and the desirability of this result for the individual, known as valence”. (S.E. Condrey, 2005, p.482). Berdasarkan definisi tersebut disusunlah rumus M= ExIxV. Oleh karena itu, agar punya landasan teoritis yang jelas biasanya untuk kepentingan penyusunan definisi operasional variabel , peneliti hanya memilih atau menggunakan satu definisi tertentu yang cocok atau sesuai dengan tujuan penelitiannya. Beberapa penulis menamakan langkah pertama ini dengan nama definisi konseptual      
      Langkah berikutnya adalah menemukan cara mengetahui besaran (ukuran) dari variabel penelitian berdasarkan definisi konseptual, atau dengan kata lain mulai mengoperasionalisasikan variabel penelitian. Agar lebih cepat dipahami simaklah contoh berikut ini. Kita ambil  satu contoh penelitian tentang motivasi yang menggunakan konsep Victor Vroom. Terlebih dahulu ditentukan definisi konseptualnya, kemudian disusun definisi operasionalnya. Agar lebih dipahami, sebaiknya definisi konseptual dan operasional variabel penelitian dimasukan ke dalam satu tabel seperti di bawah ini:






Variabel

Definisi Konseptual
Definisi Operasional
Dimensi
Skor Motivasi
Skala Pengkuran








Motivasi



Motivation is a product of the individual’s expectancy that a certain effort will lead to the intended performance, the instrumentality of this performance to achieving a certain result, and the desirability of this result for the individual, known as valence”.

M=ExIxV
Victor Vroom


1.Expectancy:
Keyakinan seseorang bahwa dia mampu mengerjakan tugas yang dibebankan kepadanya
2.Instrumentality:
Keyakinan seseorang bahwa jika dia berhasil mengerjakan tugas maka dia akan memperoleh imbalan
3.Valence
Nilai imbalan bagi seseorang ketika imbalan tersebut diperoleh
a.Ekspektancy dan Instrumentality
Keyakinan sangat tinggi, skor 1
Keyakinan tinggi skor 0,75
Keyakinan cukup, skor 0.50
Keyakinan rendah 0,25
Keyakinan sangat rendah skor 0.00

b. Valence
Nilai imbalan sangat tinggi, skor 1
Nilai imbalan tinggi, skor 0,75
Nilai imbalan cukup, skor 0,50
Nilai imbalan rendah, skor 0,25
Nilai imbalan sangat rendah, skor 0,00








Interval

Contoh berikutnya: Variabel penelitiannya adalah “kepuasan kerja”. Definisi konseptual kepuasan kerja adalah berdasarkan konsep JDI (Job Descriptive Index) adalah“sikap pekerja terhadap dimensi-demensi pekerjaan (gaji, pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, atasan dan promosi}.”  Berdasarkan definisi konseptual tersebut disusun definisi operasional, yang sasaran utamanya adalah agar definisi konseptual bisa diukur sehingga dapat ditetapkan nilai atau skornya.  Agar lebih jelas dan juga mudah dimengerti, definisi konseptual dan operasional dapat disatukan dalam satu tabel seperti di bawah ini.

Variabel

Definisi Konseptual
Definisi Operasional

Dimensi

Skor Sikap

Skala Pengukuran



Kepuasan Kerja

Sikap pekerja terhadap dimensi- dimensi pekerjaan

  1. Upah/gaji
  2. Pekerjaan itu sendiri
  3. Rekan kerja
  4. Atasan
  5. Promosi

Sangat Tidak Suka: 1
Tidak Suka: 2
Cukup: 3
Suka: 4
Sangat Suka: 5



Interval


Catatan: Peneliti boleh membagi sikap dalam beberapa jenjang. Umumnya variabel sikap dibagi menjadi tiga atau lima jenjang. Penetapan jenis skala pengukuran harus sesuai dengan aturan baku yang dibahas dalam statistika, jaitu skala nominal, ordinal, interval, dan rasio. Skala sikap termasuk ke dalam skala interval karena berfungsi membedakan, menjenjangkan, dan memberikan skor relatif. Artinya makin tinggi skornya makin positif sikap responden terhadap sesuatu hal (dalam contoh di atas, terhadap dimensi pekerjaan)
 Contoh lain: Variabel penelitian adalah “Kepuasan Konsumen terhadap kualitas pelayanan”. Definisi kepuasan menurut Kottler , 1997 : “Kepuasan adalah perasaan suka atau kecewa yang dihasilkan dari proses perbandingan kinerja sesuatu hal dengan harapan seseorang”. Jadi kalau yang ingin diketahui adalah kepuasan konsumen, maka kata “seseorang” diganti menjadi konsumen. Selanjutnya Kottler dalam buku yang sama membahas juga tentang “kualitas pelayayan” – service quality. Dimensi yang harus diukur agar bisa memperoleh data tentang kualitas pelayananan adalah Reliability, Responsiveness, Assurance , Empathy, dan Tangible. Dengan demikian, definisi konseptual “Kepuasan Konsemen Terhadap Mutu Pelayanan” yang mengacu  pada pendapat Kottler adalah perasaan suka atau kecewa konsumen terhadap dimensi-dimensi pelayanan (Reliability, Responsiveness, Assurance , Empathy, dan Tangible) yang dihasilkan dari proses perbandingan kinerja mutu pelayanan dengan harapan”
Selanjutnya Kottler menyatakan bahwa “jika kinerja dipandang lebih baik daripada harapan maka terjadi perasaan sangat puas; jika kinerja dipandang sama dengan harapan maka ada perasaan puas, dan jika kinerja dipandang lebih buruk daripada harapan maka muncul perasaan tidak puas

Variabel

Definisi Konseptual
Definisi Operasional
Dimensi
Skor Kepuasan
Skala Pengukuran



Kepuasan Konsumen Terhadap Mutu Pelayanan

Perasaan suka atau kecewa konsumen terhadap dimensi-dimensi peyananan (Reliability, Responsiveness, Assurance , Empathy, dan Tangible) yang dihasilkan dari proses perbandingan kinerja mutu pelayanan dengan harapan”




  1. Reliability
  2. Responsiveness
  3. Assurance
  4. Empathy
  5. Tangible




Kinerja lebih buruk daripada harapan skor 1 (tidak Puas)
Kinerja sama dengan harapan skor  2  (puas)
Kinerja lebih baik daripada harapan skor 3 (sangat puas)






Interval

Contoh lainnya: Variabel penelitian “ Motivasi Berprestasi” menurut konsep David McClelland. Definisi konseptualnya adalah: Achievement motivation is identified as the drive to excel (stand out beyond others), to achieve in relation to a set of standards, to strive (to try very hard) to succeed.  Jika diterjemahkan, “motivasi berprestasi diindentifikasi sebagai dorongan untuk mengerjakan sesuatu lebih baik daripada orang lain, guna menggapai seperangkat standar, mencoba dengan sangat keras agar berhasil”. Selanjutnya Uma Sekaran, 2003 memberikan dimensi-dimensi dari motivasi berprestasi , yaitu : “driven by work, unable to relax, impatience with ineffectiveness, seek moderate challenge, seek feedback”. Dimensi dalam definisi operasional variabel motivasi berprestasi tersebut berbeda dengan pengertian dimensi dalam contoh-contoh sebelumnya. Di sini dimensi bisa dimaknakan sebagai indikator atau ciri-ciri dari orang yang mempunyai motivasi berprestasi.
Variabel
Definisi Konseptual
Definisi Operasional
Indikator
Skor Motivasi Berprestasi
Skala Pengukuran



Motivasi Berprestasi

“Motivasi berprestasi diindentifikasi sebagai dorongan untuk mengerjakan sesuatu lebih baik daripada orang lain, guna menggapai seperangkat standar, mencoba dengan sangat keras agar berhasil”

  1. Senantiasa tekun bekerja
  2. Sulit untuk santai
  3. Tidak sabar pada ketidakefektifan
  4. Menyukai tantangan tingkat menengah
  5. Ingin segera memperoleh umpan balik atas hasil kerjanya



Sangat Tinggi: 5
Tinggi 4
Cukup 3
Rendah 2
Sangat Rendah 1





Interval

        Dalam beberapa kasus, peneliti sulit menemukan definisi konseptual yang “pas” dengan tujuan penelitiannya. Ketika menghadapi situasi semacam itu, peneliti mempunyai kewenangan untuk membuat definisi konseptual  yang berdasarkan pemikirannya memang sesuai dengan maksud atau keinginannya. Misalnya, judul penelitiannya “Hubungan antara tingkat pendidikan dengan kinerja”. Dengan demikian variabelnya ada dua yaitu “tingkat pendidikan” dan “kinerja”. Ketika definisi konseptual kedua variabel tersebut  sulit ditemukan dalam buku-buku teks atau sumber informasi lainnya, atau kalau pun ditemukan tetapi tidak sesuai dengan keinginan peneliti, maka penelitilah yang harus menyusun definisi konseptual kedua variabel tersebut. Keputusannya, definisi konseptual tingkat pendidikan adalah “urutan pendidikan formal yang pernah ditempuh  seseorang mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi” dan definisi konseptual kinerja pegawai adalah hasil penilaian organisasi atas apa-apa yang telah dilakukan pegawai selama bekerja. Penyusunan definisi operasional variabel kedua variabel tersebut dapat dilakukan seperti tabel di bawah ini.

Variabel

Definisi Konseptual
Definisi Operasional
Tingkat Pendidikan
Peringkat Pendidikan
Skala Pengukuran


Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidian adalah urutan pendidikan formal mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi
SD
SLTP
SLTA
S1
S2
S3
SD = 1
SLTP = 2
SLTA = 3
S1 = 4
S2 = 5
S3 = 6



Ordinal


Dimensi/aspek penilaian kinerja

Skor Kinerja Pegawai




Kinerja Pegawai

Kinerja pegawai adalah hasil penilaian organisasi atas apa-apa yang telah dilakukan pegawai selama bekerja
Kehadiran
Loyalitas
Kualitas Kerja
Kuantitas Kerja
Kerjasama
Inisiatif
Kepempinan

Sangat Baik = 5
Baik = 4
Cukup = 3
Kurang Baik = 2
Sangat Kurang  Baik = 1



Interval