Kausal dan Korelasi
Diilhami oleh artikel di http://stats.org/in_depth/faq/causation_correlation.htm
Salah satu kesalahan paling umum yang kita temukan dalam penelitian adalah kebingungan antara korelasi dan sebab akibat. Jika satu tindakan menyebabkan hal lain, maka mereka pasti berkorelasi. Namun hanya karena dua hal berkorelasi tidak berarti bahwa salah satu menyebabkan yang lain, bahkan jika tampaknya masuk akal. Sayangnya, intuisi kita dapat menyesatkan kita ketika ada keinginan untuk membedakan antara kausalitas dan korelasi. Misalnya, makan pagi telah lama berkorelasi dengan sukses di sekolah untuk anak-anak sekolah dasar. Lalu dengan mudah disimpulkan bahwa sarapan menyebabkan siswa menjadi pembelajar yang lebih baik. Ketika peneliti menguji ulang teori sarapan, mereka menemukan bahwa terdapat variabel independen lain; sarapan hanya membantu gizi anak tampil lebih baik. Jadi walau ada korelasi antara sarapan dengan sukses di sekolah, namun tidak bisa disimpulkan bahwa sukses di sekolah disebabkan oleh sarapan, atau sarapan mempengaruhi kesuksesasn anak di sekolah.
Lalu bagaimana caranya agar kita bisa menyimpulkan bahwa
sarapan mempengaruhi kesuksesan siswa di sekolah? Cara yang paling efektif untuk melakukan ini
adalah melalui studi atau penelitian terkontrol. Dalam
studi terkontrol, dua kelompok siswa yang sebanding dalam hampir
semua hal diberikan dua set pengalaman berbeda.
( diberi sarapan dan tidak diberi sarapan) dan hasilnya dibandingkan. Jika
kedua kelompok memiliki hasil substansial berbeda, maka pengalaman yang berbeda
mungkin telah menyebabkan hasil yang
berbeda. Atau bisa dikatakan sarapan
mempengaruhi kesuksesan siswa di sekolah
Namun ketika penelitian atau studinya “hanya” membandingkan kesuksesan
anak sekolah kelompok yang biasa sarapan dibandingkan dengan yang tidak
terbiasa sarapan tanpa kontrol yang ketat, maka kesimpulannya “terdapat perbedaan yang signifikan kesuksesan
siswa sekolah yang terbiasa sarapan dan yang tidak”. Peneliti belum bisa
menyatakan bahwa sarapan mempengaruhi
kesuksesan siswa di sekolah. Terlebih
bila metode penelitiannya menggunakan teknik korelasi, yaitu menghitung
besarnya hubungan antara skor kesuksesan siswa di sekolah dengan kebiasaan sarapan
mereka. Sekali lagi: “hanya karena dua hal berkorelasi tidak berarti bahwa salah satu
menyebabkan yang lain, bahkan jika tampaknya masuk akal”.