Dasar Penyusunan Kuesioner Penelitian
Hasan Mustafa
Kuesioner atau bahasa aslinya (Inggris) questionnaire adalah salah satu bentuk alat atau
instrumen yang digunakan untuk mencari data, di samping wawancara, observasi, dan
studi dokumentasi. Jika diterjemahkan artinya adalah daftar pertanyaan, tetapi dalam
praktiknya bisa jadi bukan daftar pertanyaan, melainkan daftar pernyataan. Kuesioner
atau dikenal juga dengan nama angket adalah alat pengambilan data yang disusun oleh
peneliti dalam bentuk tertulis yang harus dijawab oleh responden tanpa atau dengan
bantuan peneliti. Di dalamya terdapat seperangkat pertanyaan dan atau pernyataan dan
atau isian yang harus dijawab oleh responden di situ juga (dalam kuesioner). Jawaban
bisa sifatnya tertutup (alternatif jawabannya disediakan oleh peneliti), terbuka (responden
secara bebas menuliskan jawabannya), atau campuran (tetutup dan terbuka).
Seorang peneliti membuat kuesioner tertutup jika dia telah mampu menemukan berbagai
alternatif jawaban yang dianggapnya tepat bagi penelitiannya, atau jika dia tidak ingin
jawaban lain kecuali jawaban yang disediakannya. Misalnya YA atau TIDAK, SETUJU
atau TIDAK SETUJU, LAKI atau PEREMPUAN. Kuesioner terbuka disusun oleh
peneliti karena dia tidak mampu atau tidak mau menentukan jawaban atas pertanyaan,
peryataan, atau isian yang disusunNya. Misalnya : Etnis : …………, Saran Anda :
………..
Sebagai alat pengambilan data maka kuesioner harus dirancang sedemikian rupa agar
setiap butir pertanyaan atau pernyataan yang ada di dalamnya valid. Valid artinya sesuai,
cocok, dengan tujuan yang ingin dicapainya. Misalnya, kalau tujuan peneliti ingin
mengetahui sikap konsumen terhadap suatu produk maka setiap butir dalam kuesioner
tersebut harus mampu menghasilkan data yang menggambarkan konsep sikap konsumen,
bukan konsep yang lain. Validitas kuesioner dapat dicapai kalau penyusunannya
dilakukan secara benar.
Langkah Pertama : Kuasai konsep penelitian
Yang dimaksud dengan konsep penelitian adalah sesuatu hal yang ingin diteliti, yang
seringkali juga disebut sebagai variabel penelitian. Penguasaan konsep atau variabel
penelitian yang baik memungkinkan peneliti mampu menyusun butir-butir pertanyaan
atau pernyataan yang relevan. Misalkan, konsep atau variabel yang akan ditelitinya
adalah “produktivitas”. Jika peneliti memahami konsep produktivitas tersebut sebagai
“jumlah produk yang dihasilkan oleh organisasi dalam satu kurun waktu tertentu”, maka
dia cukup bertanya : “Berapa jumlah produk yang dihasilkan ?”. Kalau responden
menjawab : “100 unit”, maka data yang diperlukan untuk mengetahui tingkat
produktivitas telah tercapai. Yang menjadi pertanyaan penting adalah : “sudah
benarkah penguasaan peneliti tersebut atas konsep “produktivitas” ?” Kalau
ternyata penguasaan atas konsep tersebut belum sepenuhnya benar (biasanya berdasarkan
pandangan para pakar), maka data yang telah diperolehnya tersebut tadi (100 unit), belum
mampu mengungkap tingkat produktivitas yang seharusnya; dan ini berarti pertanyaan
yang diajukan masih belum valid.
Suatu konsep bisa bersifat konkret dan juga abstrak. Konsep “rumah, pohon, mobil,
iklan‟ merupakan konsep konkret karena bisa dilihat dan diraba oleh peneliti. “Motivasi,
kepuasan, bahagia, kecerdasan” merupakan beberapa contoh konsep yang abstrak, yang
dalam penelitian sosial, konsep yang abstrak tersebut dinamakan “construct”. Karena
sifatnya abstrak maka peguasaan atas suatu konstruk boleh dikatakan lebih rumit
ketimbang konsep.
Agar peneliti mempunyai pemahaman yang baik atas konsep atau konstrak penelitiannya
maka yang bersangkutan dituntut untuk melakukan studi literatur secara lebih mendalam
atas konsep penelitiannya. Literatur yang harus dibacanya harus cukup banyak namun
selektif agar pemahaman atas konsep penelitian tidak keliru.
Langkah kedua : Operasionalisasikan konsep/variabel penelitian.
Variabel atau konsep penelitian - khususnya yang sifatnya abstrak (konstruk) - harus
dioperasionalisasikan agar bisa dilakukan pengukuran melalui alat pengambilan data,
dalam kasus ini melalui kuesioner. Misalnya, kalau yang ingin diukur adalah tinggi badan
maka peneliti bisa bertanya : “Berapa meter tinggi badan anda?”; atau kalau yang ingin
diukur pendapatan maka bisa ditanyakan berapa rupiah gaji atau upahnya. Jawaban
responden umumnya sesuai dengan yang diharapkan peneliti karena konsep „tinggi badan
dan pendapatan” memiliki kemungkinan yang besar untuk dimaknakan sama, baik oleh
peneliti maupun oleh responden. Artinya, untuk variabel yang kongkret (konsep)
operasionalisasinya tidak terlampau rumit dibandingkan dengan variabel yang abstrak
(konstruk). Misalnya, untuk mengetahui bagaimana “motivasi” kerja seseorang peneliti
tidak bisa bertanya : “bagaimana motivasi kerja anda?”. Responden bisa kesulitan untuk
menjawab karena belum tentu dia memahami makna motivasi yang dimaksud oleh
peneliti. Kalau pun responden menjawab, belum tentu jawabannya benar menurut ukuran
yang dikehendaki oleh peneliti karena pemahaman atas konsep “motivasi” responden bisa
sangat berbeda dengan peneliti.
Pada prinsipnya pengoperasionalisasian definisi konsep atau variabel penelitian adalah
proses untuk menemukan indikator-indikator yang mampu merepresentasikan secara
utuh konsep atau variabel yang akan diteliti. Jika indikator (beberapa penulis
memberikan nama lain yaitu dimensi atau elemen) telah ditemukan, maka langkah
berikutnya adalah menyusun pertanyaan atau pernyataan yang mampu menggali data
tentang setiap indikator.
Contoh di bawah ini ( disadur dari buku Research Methods for Business, Uma Sekaran,
1992 ) - mungkin dapat membantu memahami proses pengoperasionalisasian konsep atau
variabel penelitian. Konsep atau variabel penelitian adalah “motivasi berprestasi”
(achievement motivation) yang dikembangkan oleh David McClelland . Pertama
ditentukan ciri-ciri umum atau karakteristik pribadi yang mempunyai motivasi
berprestasi. Ciri-ciri tersebut dinamakan dimensi-dimensi – (beberapa penulis
menamakannya indikator)
1. Mempunyai dorongan yang kuat untuk bekerja agar berprestasi
2. Kurang menyukai suasana rileks
3. Cenderung lebih suka kerja mandiri
4. Lebih memilih pekerjaan yang punya tantangan
5. Ingin segera memperoleh umpan balik atas hasil kerjanya
Walaupun konsep motivasi berprestasi telah dipecah ke dalam lima dimensi, namun
masih terasa abstrak. Untuk itu setiap dimensi dipecah lagi ke dalam beberapa elemen
yang sudah tidak lagi menggambarkan karakteristik (sifat) pribadi yang mempunyai
motivasi berprestasi, melainkan sudah mengarah pada bentuk-bentuk perilaku.
Dimensi 1: Pribadi yang mempunyai dorongan kuat untuk bekerja demi prestasi,
umumnya mempunyai perilaku : (a) tekun bekerja; (b) enggan meluangkan waktu untuk
istirahat; (c) gigih, tidak cepat putus asa.
Dimensi 2: Pribadi yang kurang menyukai rileks mempunyai perilaku yang (a)
cenderung selalu memikirkan pekerjaan, bahkan ketika di rumah sekali pun, oleh karena
itu mereka suka kerja lembur ; (b) cenderung mempunyai hobi lain, kecuali bekerja.
Dimensi 3: Pribadi yang suka bekerja mandiri mempunyai kecenderungan kurang
percaya pada orang lain, sehingga tampak sebagai sosok yang “sibuk sendiri”.
Dimensi 4: Pribadi yang memilih pekerjaan yang punya tantangan, cenderung menolak
kalau diberikan tugas-tugas yang rutin dan “biasa-biasa” saja. Demikian pula mereka
akan menolak jika pekerjaannya mempunyai resiko gagal sangat tinggi (bukan pribadi
yang “nekat”).
Dimensi 5: Pribadi yang tidak sabar memperoleh umpan balik atas hasil kerjanya
cenderung aktif mencari informasi atau bertanya tentang bagaimana hasil kerjanya baik
dari atasan, rekan kerja, bahkan kepada bawahannya sekali pun.
Dari uraian di atas tampak bahwa mulai dari 1 (satu) konsep yang abstrak (motivasi
berprestasi) dioperasionalisasikan pada hal-hal yang lebih konkret yaitu 5 (lima) dimensi
yang menjelaskan karateristik pribadi. Dan dari 5 (lima) dimensi dipecah lagi menjadi 10
(sepuluh) bentuk perilaku. Untuk jelasnya, urutan tersebut dapat digambarkan dalam
bentuk skema seperti berikut :
Langkah ketiga : Susun rancangan (draft) kuesioner untuk konsep atau variabel
utama penelitian
Umumnya penelitian melibatkan berbagai jenis variabel, yaitu variabel utama dan
variabel-variabel lain yang menunjang analisis serta interpretasi data (mis. jenis kelamin,
usia, pendapatan, dlsb). Langkah awal penyusunan kuesioner adalah menyusun
rancangan atau draft pertanyaan-pertanyaan yang dikaitkan langsung dengan variabel
atau konsep utama penelitian. Berdasarkan makna dari setiap elemen/indikator suatu
konsep atau variabel utama penelitian, disusun seperangkat pertanyaan . Misalnya untuk
bisa mengetahui kadar motivasi berprestasi (meneruskan contoh sebelumnya), kepada
responden dapat disodorkan kuesioner yang isi pertanyaan/pernyataannya sebagai
berikut:
Dimensi 1: Mempunyai dorongan kuat untuk bekerja demi prestasi
Elemen: a. Tekun bekerja; b.ketika bekerja, enggan meluangkan waktu untuk
istirahat; c.gigih tidak cepat putus asa.
Pertanyaan untuk elemen a:
”Anda tidak suka diganggu ketika sedang bekerja
Pertanyaan untuk elemen b:
”Anda sulit diajak beristirahat ketika sedang bekerja”
Pertanyaan untuk elemen c:
”Jika ada kesalahan, Anda akan mencari solusinya sampai dapat”
.........................dst.
Teruskan ke dimensi 2 sampai dengan 5
Di dalam setiap elemen dapat disusun lebih dari satu pertanyaan yang tentunya harus
relevan dengan makna elemen tersebut. Setelah tersusun, kaji ulang relevansi setiap
pertanyaan dengan elemen-elemen yang ada. Peneliti harus bisa membayangkan situasi
jika responden telah menjawab pertanyaan tersebut apakah jawabannya tersebut bisa
merepresentasikan makna elemen pertanyaan atau tidak. Misalnya jika responden
menjawab “sangat setuju” atas pernyataan “Anda bisa frustasi jika hasil kerja anda tidak
diberi komentar oleh atasan anda”, apakah jawaban tersebut bisa mengukur kadar elemen
umpan balik? Jika tidak maka pernyataan terebut harus diganti, dan lalu dikaji ulang.
Langkah keempat : Susun rancangan (draft) kuesioner untuk variabel pendukung.
Yang dimaksud dengan variabel pendukung adalah hal-hal lain yang ingin diketahui oleh
peneliti di samping variabel utama. Variabel pendukung bisa bersifat sekedar informatif
atau bisa dipakai sebagai sumber analisis. Misalnya data diri reseponden, seperti usia,
jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pekerjaan, dan lain-lain. Data diri responden
tersebut hanya bersifat infomatif jika tidak dikaitkan secara langsung dengan konsep atau
variabel utama penelitian. Jika peneliti mempunyai hipotesis bahwa pendidikan
mempunyai korelasi positif dengan kadar motivasi berprestasi, maka variabel pendidikan
sudah tidak sekedar bersifat informatif melainkan sebagai bahan analisis.
Penetapan variabel pendukung hendaknya memperhatikan aspek fungsinya. Peneliti bisa
saja minta responden mencantumkan namanya, namun jika data nama tersebut tidak
mempunyai fungsi bagi penelitian, sebaiknya peneliti tidak perlu memasukan pertanyaan
tentang nama responden.
Format kuesioner
1. Pengantar . Dalam kata pengantar, peneliti harus menjelaskan secara ringkas
tujuan dan kegunaan penelitian, serta harapan atau permintaan yang khusus
ditujukan kepada responden.
2. Profil responden. Fungsi pertanyaan yang menyangkut data diri responden adalah
agar peneliti mengetahui karakteristik biografik, demografik, atau sosial
responden penelitian . Walau pada awalnya hanya sekedar bersifat informatif,
namun seringkali bisa digunakan sebagai bahan analisis.
3. Daftar pertanyaan yang berkaitan dengan variabel utama penelitian
Jenis-jenis kuesioner
1. Pertanyaan dengan jawaban terbuka (Open Question)
2. Pertanyaan dengan jawaban tertutup (Closed Ended Question)
3. Pertanyaan dengan jawaban tertutup dan terbuka (Open Ended Question)
Untuk alternatif jawaban gunakan pedoman dalam teknik penskalaan (scaling)
Langkah kelima : Periksa ulang pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam draft
kuesioner sehingga menjawab empat prinsip sebagai berikut :
1. Haruskan pertanyaan tersebut diajukan ?
2. Apakah pertanyaan tersebut relevan dengan tujuan penelitian?
3. Bisakah responden menjawab pertanyaan yang diajukan?
4. Maukah responden dengan senang hati menjawab pertanyaan ?
Langkah keenam : Uji coba draft kuesioner
Sebelum disusun dalam bentuk final, draft kuesioner harus diuji coba. Pilih beberapa
responden yang dinilai oleh peneliti mempunyai karakteristik yang relatif sama dengan
responden penelitian yang sesungguhnya. Minta bantuan kepada mereka untuk mengisi
kuesioner dan kemudian minta tanggapan atas bentuk, isi, bahasa, waktu, dan lain
sebagainya yang dianggappenting untuk penyempurnaan kuesioner tersebut. Uji coba
bisa dilakukan lebih dari satu kali, jadi setelah diperbaiki, diulang uji cobanya
Langkah ketujuh: Analisis validitas dan realibilitas kuesioner
Setelah dilakukan pengeditan atas bahasa, kata-kata, kuesioner harus analisis validitas
dan reliabilitasnya. Sampel yang dianggap memadai secara statistika minimal 30.
Gunakan rumus tertentu yang telah biasa digunakan unyuk uji ini.
Langkah kedelapan : Susun kuesioner final
Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas, susun ulang kuesioner. Pertanyaan yang tidak
valid/reliabel diganti atau dihilangkan.
Daftar bacaan
1. Business Research Methods - Donald R. Cooper dan Pamela S. Schindler, 2001.
2.. Research Methods for Business – Uma Sekaran, 1992
Bandung, 27 Maret 2003 – Pelatihan Penyusunan Kuesioner, LPI UNPAR